BPJS Kesehatan Beberkan Peyebab Defisit

BPJS Kesehatan Beberkan Penyebab Defisit

SuaraBanyuurip.com -  Ririn Wedia

Bojonegoro – Lebih dari empat tahun Program Jaminan Kesehatan  Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) digulirkan telah mendorong akses pelayanan kesehatan ke taraf yang lebih  baik. Sekalipun demikian, sustainibilitas program tersebut masih menjadi pekerjaan rumah (PR) besar yang harus dipecahkan  bersama.

Pembahasan mengenai upaya untuk menjaga sustainibilitas pun terus bergulir. 

Menurut Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris, ada sejumlah penyebab terjadinya defisit Dana  Jaminan Sosial (DJS) yang dikelola BPJS Kesehatan. Pertama, karena iuran saat ini belum sesuai dengan perhitungan aktuaria DJSN.  Padahal Program JKN-KIS menggunakan pendekatan dan prinsip anggaran  berimbang, yang mana pendapatan dan pengeluaran harus sama. 

“Kondisi ini juga menyebabkan biaya per orang per bulan lebih besar dibanding iuran per orang per bulan,” ujarnya kepada Suarabanyuurip.com melalui pers rilis yang dikirimkan, Kamis (11/10/2018). 

Diakui, selama ini permasalahan terletak di besaran iuran saat ini yang belum sesuai dengan hitungan aktuarial.  Meski besaran iuran Program JKN-KIS saat ini masih dalam posisi underpriced, pasti ada resistensi dari sebagian masyarakat apabila dilakukan penyesuaian iuran.

Baca Juga :   Dua Anak SD di Tuban Terinfeksi HIV

Selain itu juga terjadi perubahan morbiditas penduduk Indonesia. Jumlah penduduk yang sakit terus meningkat dari waktu ke waktu karena belum optimalnya upaya pembangunan kesehatan masyarakat. 

Sampai dengan Agustus 2018, pengeluaran BPJS Kesehatan untuk membiayai penyakit katastropik mencapai Rp 12 triliun atau sekitar 21,07% dari total biaya pelayanan kesehatan. Padahal berbagai  penyakit katastropik tersebut sangat bisa dicegah melalui penerapan pola hidup sehat.

“Oleh karena itu, BPJS Kesehatan juga fokus untuk menjaga masyarakat yang sehat tetap sehat melalui  berbagai program promotif preventif yang dilaksanakan,” tandasnya. 

Sementara bagi masyarakat yang berisiko menderita  penyakit katastropik seperti diabetes melitus dan hipertensi, dapat mengelola risiko tersebut melalui Program Pengelolaan Penyakit Kronis (Prolanis) yang juga merupakan bagian dari upaya promotif preventif,” ujar  Fachmi.

Pada kesempatan yang sama, Fachmi juga memaparkan sejumlah upaya yang sudah dilakukan BPJS  Kesehatan untuk mengendalikan defisit. Sesuai dengan hasil Rapat Tingkat Menteri beberapa waktu yang  lalu, strategi yang dilakukan antara lain suntikan dana dan optimalisasi tata kelola Program JKN-KIS. 

Baca Juga :   Sehari, Laksanakan Pengobatan Gratis di Dua Desa

Selain  itu, juga dilakukan optimalisasi manajemen klaim dan mitigasi fraud, penguatan peran BPJS Kesehatan dalam  strategic purchasing, optimalisasi peran FKTP sebagai gate keeper, dan penguatan efisiensi operasional.

Sampai dengan 14 September 2018, jumlah peserta JKN-KIS telah mencapai 202.160.855 jiwa.  Dalam hal memberikan pelayanan kesehatan, BPJS Kesehatan telah bekerja sama dengan 22.531 FKTP, 2.434 rumah sakit (termasuk di dalamnya klinik utama), 1.546 apotek, dan 1.093 optik.(rien)

» Klik berita lainnya di Google News SUARA BANYUURIP

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *