Olahan Salak Kurma, Makin Diminati Konsumen Menjelang Lebaran

22460
SuaraBanyuurip.com - Joko Kuncoro
Bojonegoro - Kurma salak sudah tak asing di telinga masyarakat Bojonegoro, Jawa Timur. Buah yang identik dengan bulan Ramadhan ini tak hanya dinikmati saat berbuka puasa maupun sahur saja. Namun, kurma salak kini sudah menjadi suguhan wajib saat Lebaran.
Ide membuat camilan kurma salak ini awalnya karena melimpahnya buah salak yang tumbuh di kebun di Desa Wedi, Kecamatan Kapas kata Rumisah mengawali cerita. Banyaknya buah salak lantas membuat perempuan usia 46 tahun itu berpikir membuat inovasi makanan berbahan dasar salak.
"Itu semenjak 2017 lalu waktu ada festival salak. Jadi, niatnya menolong salak-salak itu daripada tidak kemakan lebih baik dijadikan olahan," katanya, Selasa, (20/4/2021).
Membuat olahan salak kurma, tentu Rumisah mengalami banyak kegagalan tidak sekali jadi. Awal mencoba, olahan salak buatannya kualitasnya kurang bagus. Namun, setelah ia mencoba beberapa kali hasilnya bagus tidak lembek dan berair.
Ia menjelaskan, produksi kurma salak ada beberapa tahapan yakni mulai dari pengupasan, pembersihan, dan dilakukan perendaman dengan air kapur sirih selama 12 jam. Setelah itu, direbus lagi dengan air gula kemudian dijemur hingga dua hari dan terakhir dioven selama 30 menit.
"Jenis salak harus salak wedi sebab salak lainnya tidak cocok. Produksi salak sampai siap konsumsi bisa mencapai 2 hingga 3 hari prosesnya. Itu kalau cuaca cerah kalau mendung jadi pengeringannya tidak cukup 2 hari saja," kata perempuan asal Desa Wedi, Kecamatan Kapas, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur.
Hasil dari olahan kurma salak tentu kini rasanya sudah lebih enak, legit, tidak lengket dan tanpa bahan pangawet kimia. Misalnya, kata dia, warna coklat seperti kurma asli dari buah salak itu sendiri.
Namun, olahan kurma salak ini meski setiap hari berproduksi menjelang lebaran produksinya diperbanyak. Sebab, dua minggu menjelang Hari Raya Idul Fitri jumlah permintaan sangat banyak.
"Kalau untuk suguhan lebaran pakai toples. Akan tetapi, lebaran tahun ini pemesanan berkurang karena pandemi. Selain itu, bahan baku salak tidak ada karena belum musim panen," katanya.
Rumisah mengatakan, menjelang lebaran biasanya hingga 500 toples yang memesan belum yang dari luar kota. Kini adanya pandemi Covid-19 berkurang hingga 50 persen, tetapi masih mencoba bertahan.
"Juga dengan jumlah salak yang diolah ikut berkurang sebelumnya 10 kilogram (kg) kini menjadi 5 kg saja. Kalau untuk harga mulai dari Rp 15 ribu hingga Rp 40 ribu untuk isi 150 gram," ungkapnya.(jk)
BERITA TERKAIT
Aturan Penerapan Teknologi Migas Ramah Lingkungan Tunggu Persetujuan Presiden
Selama Januari 2023, Ada 252 Istri di Bojonegoro Ajukan Cerai Gugat
Membacakan Dongeng Berdampak Positif pada Perkembangan Anak
Produksi Migas Pertamina Hulu Rokan Regional Sumatera Lampaui Target
Bocah Asal Soko Tuban Dilaporkan Tenggelam di Sungai Pacal
Penipu Gunakan AMSI untuk Lakukan Pemerasan
Digitalic : SEO yang Baik Harus Berdampak Bagi Bisnis
Pertamina EP Cepu Field 11 Bangun Jalan Cor Menuju CPP Gundih
Regional Indonesia Timur Capai Produksi Minyak 2022 di Atas Target
Produksi Blok Rokan Ditarget Capai 300 Ribu Bph dalam 5 Tahun
Kisah Segitiga Pemkab, Alimdo, dan Pedagang Pasar Kota Bojonegoro
Pemkab Bojonegoro Siapkan Rp 34,6 Miliar untuk Beasiswa Pendidikan
Pertemuan Warga Ring 1 Migas Sukowati dan PT Elnusa Tak Capai Kesepakatan
Ogah Disanksi, Pemdes Campurejo Tolak Bagikan SPPT PBB P2
Jaga Daya Saing Industri, Pemerintah Pertahankan Subsidi Energi
Cerita Adib Nurdiyanto Perades Mojodeso Raih Penghargaan Upakarti Nasional
PPSDM Migas Adakan Pelatihan Regulasi Hilir Migas untuk ASN KESDM
Pelatihan dan Sertifikasi Teknisi Instrumentasi Tingkat I untuk Daerah 3T
Dorong OPL Banyu Urip, Upaya Pemerintah Tingkatkan Produksi Migas Nasional
Realisasi Lifting Migas 2022 di Bawah Target
Dulu Rp 100 Ribu, Kini Harga BBM Pertalite di Papua Rp 10 Ribu Per Liter