Tukang Sol Sepatu Sekitar Proyek Gas JTB Bertahan di Tengah Pandemi Covid-19

21509
Mencukupi kebutuhan hidup merupakan hal lumrah dilakukan oleh setiap insan. Meski harus berhadapan dengan tantangan dan rintangan. Tak terkecuali tukang sol sepatu, Paimo, warga Desa Ngasem, Kecamatan Ngasem, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur.
Pandemi Covid-19 tak membuat semangat seorang tukang sol sepatu, Paimo (87) untuk mengais rezeki hilang. Warga sekitar lapangan Gas Jambaran-Tiung Biru (JTB), itu setiap harinya tetap mangkal di tepi jalan Poros Umum Kecamatan (PUK) Ngasem-Ngambon, tepatnya di Selatan perempatan Ngasem dekat Sekolah Dasar Negeri (SDN) 1 Ngasem.
"Meski di tengah pandemi Covid-19, tidak menjadi rintangan untuk tetap mengais rezeki. Terpenting peraturan pemerintah tetap dipatuhi," kata Paimo, kepada Suarabanyuurip.com, disela-sela menjahit sepatu.
Pria lanjut usia ini tetap mangkal. Setiap hari berangkat pagi pulang sore. Meski jaraknya tak jauh dari tempat ia tinggal. Sebab jika tidak mangkal maka tidak ada penghasilan lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari.
Tangannya yang acap kali bergetar saat menusukkan jarum, namun tetap cekatan dalam menarik dan memasukkan benang di sepatu yang dijahitnya.
"Saya tetap keluar rumah, kalau di rumah dapat rezeki darimana. Bisa bisa dapur tak ngebul. Saya juga butuh makan, jadi jalan terus saja usaha sol sepatu ini," ucapnya.
Disinggung dampak pandemi Covid-19 untuk pendapatan, warga desa ring satu lapangan Gas JTB ini mengaku, tentu pendapatan sangat berkurang. Sebelum pandemi, biasanya sehari dapat Rp 50.000, tapi sekarang turun drastis.
"Adanya pandemi ini, sehari dapat Rp 30.000 saja sudah mentok, bahkan kadang juga dibawahnya. Jadi tidak bisa ditentukan, tapi berapapun hasil yang didapat tetap disyukuri saja," ungkapnya.
Sesekali tangannya menenteng handuk di lehernya untuk mengusap keringat di wajahnya, Paimo menceritakan secuil kisahnya sebelum menjadi tukang sol sepatu. Pada kisaran tahun 1955 sampai 1965 bekerja sebagai pembantu penjual nasi uduk di Jakarta. Merantau di Ibu Kota jalan yang harus ditempuh karena tak ingin menggantungkan orang tua yang kala itu memang dalam kondisi sulit untuk mencukupi kebutuhan hidup.
"Kala itu jangankan sekolah, bisa makan saja sudah beruntung, Pak. Alhamdulillah meski bayaran sedikit saya bisa bantu orang tua. Dulu sebulan bisa kirim uang kerumah Rp 10.000 saja sudah luar biasa," ucapya.
Setelah hampir dua tahun kerja, lambat laun dapat teman dekat dan diajak silaturahmi kerumahnya, yang ketepaan orang tuannya bekerja sebagai sol sepatu. Dari situlah awal ia belajar menjahit sepatu karena setiap habis jualan nasi uduk langsung ikut membantu dan belajar menjahit sepatu.
"Saya ikut membantu orang tuannya Mas Bagio jahit sepatu hampir satu tahun. Lalu saya diberikan saran untuk mengumpulkan modal membuka usaha sendiri sebagai sol sepatu. Kemudian keluar dari pembantu jualan nasi uduk, dan mendirikan sol sepatu sendiri," ujar Mbah Mo, sapaan akrabnya.
Dirasa kondisi kerjaan di Jakarta tak lagi menguntungkan, di tahun 1967 dengan berbekal sebagai tukang sol sepatu merantau di Surabaya untuk mengadu nasib. Di Surabaya, selain membuka usaha sol sepatu juga buka usaha jualan Es Godir.
"Selama 23 tahun saya di Surabaya, dan pada tahun 1990 disuruh pulang keluarga. Tapi usaha sebagai sol sepatu, jualan sepatu dan sandal bekas masih tak lakukan sampai sekarang," tutur si Mbah berkacamata minus ini mengisahkan perjalan hidupnya.
Ia memiliki prinsip hidup, jika tak berusaha untuk apa hidup di dunia. Setidaknya usaha apapun, namun bisa menghasilkan dan bermanfaat bagi keluarga.
"Tukang sol sepatu juga bagian dari usaha. Dari pada di rumah saja kan bisa jadi tidak ada kerjaan, bahkan bikin bingung dan kesel juga," tandasnya.
Mbah Mo berharap, situasi pandemi ini segera berakhir, karena bisa membuat masyarakat, khususnya yang kurang mampu dan miskin semakin menjadi parah perekonomiannya. Dia juga meminta, pemerintah untuk selalu memperhatikan masyarakat kecil.
"Alhamdulillah bantuan pemerintah saya sudah dapat. Jadi jangan sampai adanya bantuan atau lainnya, itu tidak tepat sasaran. Mudah-mudahan pandemi Covid-19 cepat hilang," tutup Mbah Mo. (Samian Sasongko)
BERITA TERKAIT
Jokowi Bermalam di Sidoarjo untuk Hadiri Puncak Peringatan 1 Abad NU
Tahun 2023, Produksi Minyak Sukowati Field Ditargetkan 4.258 BOPD
Baznas RI : Angka Kemiskinan Bojonegoro Cukup Tinggi di Jatim
Teken MoU dengan Asia University di Taiwan, Unigoro Menuju Go Internasional
Wapres Ma’ruf Amin Bakal Resmikan Proyek Gas JTB
Soal Tambang Kapur, PT WBS dan Pemkab Bojonegoro Harus Hadir di Tengah Masyarakat
Harga Beras Naik, Bulog Bojonegoro Berupaya Stabilkan Harga
PPK Purwosari Gelar Bimtek Bagi PPS Pemilu 2024
Presiden Segera Keluarkan Perpres Media Sustainability
Cegah Erosi Serap Emisi, Ademos dan PEPC Gelar "Ngopi Sareng Kawan Sungai Gandong"
Satpam PPSDM Migas Juara 1 PAM TKP pada HUT Satpam Ke-42
PPSDM Migas Adakan Pelatihan Operasi Pesawat Angkat Angkut dan Ikat Beban
Jokowi Akan Hadiri Puncak Peringatan 1 Abad NU dan Lantunkan Selawat Asyghil
Pelatihan K3 Gratis untuk Masyarakat 3T di PPSDM Migas
Indonesia Miliki Potensi EBT 3.686 GW
2023, Target Lifting Minyak 660 MBOPD Lebih Rendah Dibanding 2022
Pemkab Blora Mulai Sosialisasikan Pembangunan Bendung Gerak Karangnongko
Pengurus Organisasi Mahasiswa SASB Uinsa Periode 2022-2023 Resmi Dilantik
Duet Wabup Budi Irawanto dan Maya "The Ramban" Pukau Wisatawan Embung Pedang
10 Perguruan Tinggi Keagamaan Negeri Terbaik Versi Webometrics Januari 2023
HIMA UT Cepu Gelar Blora Job Fair dan Expo Campus 2023