Toko Buku Pinggiran yang Masih Bertahan

SuaraBanyuurip.com - 

Berjualan buku menjadi pilihan hidup  Umiyati. Bukan semata materi yang diharapkan, namun sebuah keyakinan dengan berjualan buku juga turut menyebarluaskan ilmu pengetahuan.

Di kios berukuran 4X4 meter di Jalan Raya Desa Maduran, Kecamatan Maduran, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur, Umiyati menjual beragam buku bacaan. Sebagian dipajang di dinding tembok bangunan dan sebagian lagi ditempatkan di meja kecil di tengah ruangan.

Beragam buku bacaan yang dijual diantaranya yaitu novel remaja, novel islami, buku psikologis, kitab dan berbagai jenis majalah anak dan majalah keluarga.

“Saya membuka kios buku ini sejak tahun 2002,” kata Umiyati yang memberikan nama toko bukunya Qona’ah kepada suarabanyuurip.com, Minggu (8/6/2014).

Diakuinya, toko buku miliknya perkembangannya stagnan. Selain karena rendahnya minat baca warga, lokasi tempatnya berjualan juga kurang startegis.

Meski berlokasi di tepi jalan raya kecamatan, namun tempat berjualan Umiyati relatif sepi. Di jalur yang menghubungkan Kecamatan Pucuk-Brondong tersebut tidak menjadi lalu lintas mobil penumpang umum (MPU). Kecamatan Maduran merupakan kecamatan baru pecahan dari kecamatan Sekaran sehingga aktifitas perekonomiannya masih relatif rendah.

Baca Juga :   Mitologi Disebalik Semburan Liar Nglobo

“Yang beli biasanya para pelajar SMP, SMA dan Pegawai Negeri Sipil,” ujar ibu lima anak ini, mengungkapkan.

Untuk pelajar biasanya membeli buku novel remaja. Sedang pembeli dari kalangan PNS yang umumnya guru, staf kecamatan dan Puskesmas Maduran, buku yang dibeli beragam. Dari buku agama, psikologi hingga keluarga.

Agar buku-bukunya tetap diminati, Umiyati mengaku membandrol bukunya dengan harga murah. Untuk jenis novel yang di toko buku besar harganya minimal Rp 20 ribu, Umiyati hanya menjual Rp10 ribu-Rp15 ribu.  Buku-buku agama, psikologi dan jenis non fiksi lainnya harganya paling Rp15 ribu-Rp45 ribu.

“Saya kulakan ditempat khusus sehingga bisa memperoleh buku-buku murah,” ungkap Umiyati tanpa menyebut tempat yang dimaksud.

Dirinya sendiri hanya mengambil keuntungan 5-10 persen dari setiap buku yang dijual. “Biasanya ada juga pelanggan yang minta dicarikan buku tertentu atau pesan buku khusus yang harganya ratusan ribu. Pasti saya layani,” ujar istri Mashari ini, menerangkan.

Di waktu-waktu tertentu Umiyati juga mendapatkan pesanan buku dari beberapa sekolah dan Pondok Pesantren untuk menambah isi koleksi perpustakaan. “ Yang banyak pesan untuk perpustakaan biasanya Ponpes di Kecamatan Paciran. Alhamdulillah, rejeki Allah yang mengatur,” ujarnya bersyukur.

Baca Juga :   Rusak Lingkungan, Kuras Kekayaan Alam

Beberapa pembeli yang berada di toko buku tersebut mengaku sudah menjadi langganan Umiyati.

“Harga bukunya murah mas. Tidak perlu jauh-jauh pergi ke Lamongan untuk membeli buku bacaan,” kata seorang pembeli, Nuraida.

Pembeli lainnya, Nugroho mengaku, suka berbelanja buku di kios buku Qonaah karena selalu mendapat diskon kalau beli lebih dari satu buku.

Umiyati sadar berjualan buku bukan pekerjaan yang menjanjikan. Namun begitu Ia mengaku tidak akan menutup toko bukunya. Baginya berjualan buku bukan semata mencari rejeki namun juga dapat menyebarluaskan ilmu pengetahuan.

“Walau tidak ikut menulis buku, namun dengan menjualnya saya percaya juga termasuk menyebarluaskan ilmu pengetahuan,” urainya sambil tersenyum. (totok martono)

» Klik berita lainnya di Google News SUARA BANYUURIP

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *