Raih Omset Rp1,15 Milyar Dengan 39 Karyawan

bordir

Derap suara jarum jahit terdengar beraturan. Selaras dengan suara mesin jahit berwarna putih dengan panjang 4 meter. Seorang pekerja menghentikan aktifitasnya. Tak lama, dia kemudian menunjuk seorang yang masih muda. Menghampiri dan berbicara sebentar. Kemudian mempersilahkan kami untuk berbicara sendiri dengan orang tersebut.

“Saya Khalik, Mas,” kata pemuda itu memperkenalkan dirinya.

Sekilas memang tidak ada yang istimewa dengan pemuda ini. Pakaiannya sederhana, gaya bicaranya cenderung merendah, bahkan dia selalu tersenyum sebelum menjawab pertanyaan dari penanyanya.

Adalah, Akhmad Abdul Khalik (31), nama lengkap sang pemuda. Dia pemilik UD Fortuna, konveksi dengan omset lebih dari Rp1 milyar per tahun. Selain itu, ada sekitar 39 karyawan yang menggantungkan hidup dari bisnis yang dia geluti.

Ketekunan pemuda satu ini memang luar biasa. Bisa kita ketahui dari cerita dia dalam membangun bisnis konveksi. Ternyata apa yang dia lakukan murni dilakukan dari nol, dan bukan merupakan bisnis warisan dari orangtua.

“Saya belajar dari ketekunan dan kerja keras orangtua untuk menghidupi kami, anak-anaknya,” kata Khalik, mengawali ceritanya.

Dia merupakan anak kedua dari empat bersaudara. Terlahir dari keluarga petani yang sederhana. Sejak kecil dia memang selalu dididik untuk tidak pernah menggantungkan hidup kepada orang lain. Begitu juga, ketika melalui masa-masa sulit dalam membangun bisnis, termasuk beberapa bisnis yang gagal dia lakoni sebelum terjun ke dunia konveksi.

“Saya pernah melakukan banyak bisnis, tapi selalu gagal. Bahkan bisa dikatakan bangkrut,” katanya ketika ditemui di rumahnya di Desa Mandirejo, Kecamatan Merakurak, Kabupaten Tuban, Jawa Timur.

Selepas lulus dari Madrasah Aliyah (MA) atau setingkat SMA pada awal tahun 2000 lalu, pemuda ini mulai berpikir untuk mempunyai satu bisnis. Khalik remaja kemudian mengawali bisnisnya dengan berjualan Alat Tulis Kantor (ATK) dengan cara berkeliling.

Pengalaman yang minim, membuat usaha pemuda ini jalan di tempat. Kemudian mencoba untuk menawarkan jasa pembuatan seragam pekerja, dan ATK miliknya di salah satu perusahaan yang akan mulai beroperasi di tempat tersebut.

“Ehh… bukannya mendapat untung, malah rugi karena perusahaan itu kemudian tidak beroperasi sampai sekarang,” katanya mengenang.

Merasa buntu dengan pekerjaan ini, dia kembali menjalankan bisnis ATK dengan modal terbatas. Kali ini, dia nekat membujuk ibunya supaya diijinkan untuk meminjam uang sebagai modal awal memulai bisnis barunya, yaitu menjual ikan hias gurita dan udang kipas.

Baca Juga :   Pengusaha Tahu dan Petani Lebih Diuntungkan

“Bisnis berjalan hingga mengirim ikan sampai tiga kali, satu kali pengiriman saya mendapat untung sekitar Rp6 juta. Jadi total keuntungann saya sampai Rp18 juta,” ujar Khalik.

Dewi Fortuna tidak berpihak pada pengiriman dia yang keempat, karena kelangkaan ikan hias dan juga beberapa sebab lain. Dia justru menanggung kerugian hingga Rp19 juta pada pengiriman keempat, yaitu ketika ikan hias tersebut akan dibawa ke Jakarta.

“Keuntungan saya untuk tiga kali pengiriman langsung hangus, bahkan sampai modal saya juga ikut tergerus,” paparnya.

Setelah terpuruk untuk kedua kalinya dari bisnis berjualan ikan, dia kembali melirik bisnis ATK yang selama ini terbengkalai. Saat itu, merupakan masa sulit yang dia rasakan. Pasalnya sertifikat rumah orang tuanya juga masih tertahan di bank, sebagai jaminan modal usahanya.

“Itu adalah masa saya berada di titik paling bawah, lebih-lebih sertifikat rumah ini juga saya gadaikan,” katanya.

Khalik sempat termenung selama beberapa lama dan tidak bekerja. Saat berada di titik nadir inilah, dia kemudian mendapatkan ide untuk membuat konveksi ketika usai melakukan shalat malam. Meski begitu, dia masih dipusingkan dengan modal yang sudah habis ketika melakoni usaha sebelumnya.

“Setelah shalat juga, saya mendapat ide untuk  menggagas satu arisan untuk mendapatkan modal,” tuturnya.

Arisan tersebut diikuti oleh beberapa tetangga dan teman-temannya yang telah mempunyai usaha. Karena sebagai penggagas, maka secara otomatis dia mendapatkan giliran uang yang pertama kali. Dengan besaran sekitar Rp6 juta.

“Tiga juta langsung saya gunakan untuk menutup pinjaman lama, kemudian mengambil pinjaman lagi dengan jumlah lebih besar. Yaitu enam juta rupiah,” jelasnya.

Total modal yang dia miliki saat itu menjadi Rp9 juta. Karena sisa uang hasil arisan sebanyak Rp3 juta, dan ditambahkan dengan pinjaman baru sebesar Rp6 juta. Tak tanggung tekat pemuda ini, karena saat itu dia harus ikut bekerja dan belajar di salah satu konveksi yang ada di Kecamatan Widang, Tuban.

“Bagaimana lagi, saya tidak bisa menjahit, membordil, atau bahkan menyablon,” katanya.

Baca Juga :   Suara Gamelan di Tengah Ladang Minyak

Dunia baru dia jalani pada kisaran tahun 2008 lalu. UD Fortuna terbentuk, melayani pemesanan ATK dan juga konveksi.

Selain itu, dia juga bekerja sama dengan salah satu teman perempuan yang masih menjadi tetangga desanya. Untuk mengerjakan pesanan dan menjahit yang saat itu masih sangat sedikit.

“Teman saya yang mengerjakan, saya kemudian melakukan lobi-lobi ke sekolahan,” terangnya.

Usaha dia kali ini berhasil, dengan kerja keras banyak sekolah yang mau membuat seragam secara massal di tempatnya. Sementara itu, dia tidak pernah mengambil untung dalam jumlah besar. Karena baginya menjaga kepercayaan dari konsumen adalah modal besar bagi usaha miliknya.

“Murah, tapi kualitas tetap menjadi prioritas,” katanya.

Pada tahun 2009, pemuda ini mulai mengembangkan usahanya. Karena banyaknya pesanan, dia kemudian mempunyai maksud untuk menambah mesin jahit dan jumlah bahan baku. Lagi-lagi, modal menjadi kendala dia untuk mengembangkan usahanya.

“Saya mendapat kabar dari teman kalau ada kredit lunak dari PT Semen Gresik (kini PT Semen Indonesia/PT SI),” ungkap Khalik bercerita bagaimana dia mendapatkan modal saat itu.

Awal dia meminjam, tidak serta merta dia mendapatkan kepercayaan penuh. Setelah dilakukan survei, dia akhirnya hanya mendapat pinjaman modal sebesar Rp10 juta dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tersebut.

“Kemudian mendapat pinjaman sebesar Rp30 juta, Rp70 juta, dan terakhir disarankan oleh perusahaan meminjam penuh untuk pembelian mesin jahit seharga Rp135 juta,” jelasnya.

Pada masa 6 tahun terakhirlah usaha dia terus berjalan. Pada tahun 2013 ini, dia tercatat mempunyai 39 karyawan yang bertugas menjahit, membordir, dan juga melakukan penyablonan. Mereka tidak semua berada di rumah yang sekaligus menjadi tempat usahanya, tapi juga berada di rumah masing-masing dengan fasilitas penuh dari dia.

Selain itu, pada tahun 2013 ini omset dia diperkirakan mencapai Rp1,15 milyar. Terus merangkak naik dari tahun ke tahun.

“Hingga akhir tahun nanti sudah penuh pesanan Mas, saya tidak mampu menampung lagi apabila ada pesanan,”jawabnya ketika menjawab kelakar Jurnalis yang akan memesan kaos di tempat usahanya saat ini. (edy purnomo)

» Klik berita lainnya di Google News SUARA BANYUURIP

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *