Dharmaningtyas Minta Jokowi Beri Perhatian Pendidikan Nasional

Bedah buku
SuaraBanyuurip.com - d suko nugroho
Jakarta - Para praktisi dan pengamat pendidikan meminta Presiden Joko Widodo segera memberi perhatian sangat serius dan melakukan beberapa tindakan segera di bidang pendidikan. Para aktivis menegaskan bahwa pendidikan nasional sedang tidak baik-baik saja.
“Pak Jokowi, mohon berikan perhatian kepada pendidikan nasional. Saat ini telah terjadi komersialisasi, kapitalisasi dan politisasi guru, dan disorientasi arah pendidikan pada sekolah dasar dan menengah,” kata Dharmaningtyas (Ki Tyas) saat diskusi Bedah Buku “Pendidikan Rusak-rusakan” karyanya sendiri di Sultan Residence, Rabu (4/8/2022) kemarin.
Hadir sebagai narasumber Dhitta Puti Sarasvati, dari Yayasan Penggerak Indonesia Cerdas, Dr. Susetya Herawati, dari Yayasan Suluh Nuswantara Bakti, dan Henny Supolo Sitepu, Ketua Yayasan Cahaya Guru (melalui zoom). Beberapa tampak hadir aktivis NU Circle Ki Dr. Bambang Pharmasetiawan dan AhmadRizali dan Ketua Yayasan Suluh Nuswantara Bakti Pontjo Sutowo.
Menurut Ki Tyas, penyakit kronis di perguruan tinggi pun sama.
“Penyebab rusaknya pendidikan di perguruan tinggi adalah komersialisasi, privatisasi, liberalisasi, dan orientasi pada gelar,” ujar Ki Tyas.
Menurutnya, telah terjadi gurita neoliberalisme dalam sistem pendidikan nasional. Praktiknya sedang terjadi dalam pendidikan dasar,menengah dan tinggi serta masuk dalam RUU Sisdiknas yang saat ini sedang dalam proses pembahasan. Karena itu, Presiden Joko Widodo diminta serius menangani arah pendidikan nasional yang tercermin dalam RUU Sisdiknas ini.
“Gurita neoliberalisme akan melahirkan tenaga kerja yang tunduk pada kapitalis, menjadi alat reproduksi ideologi yang hanya menguntungkan kelas tertentu, dan pengelolaan pendidikan seperti pengelolaan perusahaan," tambah Ki Tyas.

Teror utamanya, lanjutnya, akan terjadi mandeknya kesadaran kritis dan emansipatoris peserta didik serta melumpuhkan ingatan historis dan kebangsaan.
"Ini sangat berbahaya bagi kelangsungan bangsa kita,” ujarnya.
Secara teknis, Ki Tyas juga menyoroti merosotnya wibawa dan status sosial guru karena terjadi marginalisasi guru di bidang ekonomi, sosial dan budaya. Otonomi PTN menjadi PTNBH juga dianggap telah mengenalkan komersialisasi pendidikan nasional.
Ki Tyas menguraikan dampak terbesar dari arus komersialisasi yang harus dipikirkan adalah posisi anak-anak miskin dan tidak pintar dalam kuadran kehidupan nanti. Menurutnya, posisi anak-anak ini akan selalu menempati posisi dalam kehidupan sebagai buruh tidak terampil, pekerja informal kelas bawah dan bukan mustahil menjadi pengangguran dan pelaku kriminalitas serta pekerja asosial lainnya.
Dhita Puti Sarasvati menyoroti ada lima kritik dalam buku ini. Pertama, pendidikan nasional telah tunduk pada aturan pasar. Kedua, telah terjadi privatisasi aset publik. Ketiga, melemahnya peran pemerintah. Keempat, penghapusan konsep untuk kepentingan umum dan ini melawan pembukaan UUD 1945. Kelima, memangkas kebijakan publik untuk layanan sosial.
Puti mengingatkan makna pendidikan seharusnya mengajarkan kemandirian dalam hidup agar tidak banyak tergantung orang lain, dan dapat menghindari diri kita dari proses pembodohan. Pendidikan juga harus membangun kepercayaan diri sebagai manusia (individu, kelompok, bangsa) agar dapat berdiri tegak di antara manusia-manusia lain.
“Pendidikan harus mencerdaskan otak kita, membukakan pikiran dan hati kita agar dapat mengetahui yang baik dan benar, serta memiliki kepercayaan diri yang kuat berdasarkan akumulasi pengetahuan yang kita miliki serta mengajarkan kepada kita semua bagaimana menghargai orang lain yang tidak semata didasarkan pada kekayaan material, tetapi lebih didasarkan pada harkat dan martabat sebagai manusia itu sendiri,” tegas Puti.
Henny Supolo menyoroti pendidikan manusia harus lebih manusiawi. Sedangkan Dr.Susetya Herawati mengingatkan kembali prinsip pendidikan Ki Hajar Dewantara.
“Maksud pendidikan di sini adalah sempurnanya hidup manusia sehingga bisa memenuhi segala keperluan hidup lahir dan batinyang kita dapat dari kodrat alam. Pengetahuan dan kepandaian janganlah dianggap sebagai maksud dan tujuan, melainkan alat dan perkakas. Bunganya, yang kelak akan jadi buah, itulah yang harus diutamakan. Bunganya pendidikan adalah matangnya jiwa yang akan dapat mewujudkan hidup dan penghidupan yang tertib dan suci serta bermanfaat bagi orang lain,” kata Dr. Susetya.(suko)
BERITA TERKAIT
Wapres Optimis Smelter PT Freeport di Gresik Beroperasi Mei 2024
Proses Tukar Guling TKD Ngampel Mandek, Tunggu Rekomendasi Bupati Bojonegoro
Pencarian Korban Tenggelam di Sungai Pacal Dihentikan
Gelar Piramida, Sebut Peran Media Sangat Penting Bantu Harkamtibmas
Meriahkan 1 Abad NU, Smartfren Community Kolaborasi dengan Fatayat dan HIMA UT Cepu
Minimalisir Kenakalan Remaja, Kejari Bojonegoro Resmikan 46 Rumah RJ di Sekolah
Lagi, PPSDM Migas Selenggarakan Program Pelatihan Bantuan Masyarakat
Kemenkeu Ubah Mekanisme Pembayaran, PT Pertamina Semakin Kuat dan Solid
TPPI Investasikan Rp3 Triliun untuk Industri Paraxylene di Tuban
Pacu Produksi Minyak, Pertamina Hulu Rokan Reaktivasi 500 Sumur Idle
Jokowi Bermalam di Sidoarjo untuk Hadiri Puncak Peringatan 1 Abad NU
Tahun 2023, Produksi Minyak Sukowati Field Ditargetkan 4.258 BOPD
Baznas RI : Angka Kemiskinan Bojonegoro Cukup Tinggi di Jatim
Teken MoU dengan Asia University di Taiwan, Unigoro Menuju Go Internasional
Wapres Ma’ruf Amin Bakal Resmikan Proyek Gas JTB
Soal Tambang Kapur, PT WBS dan Pemkab Bojonegoro Harus Hadir di Tengah Masyarakat
Harga Beras Naik, Bulog Bojonegoro Berupaya Stabilkan Harga
PPK Purwosari Gelar Bimtek Bagi PPS Pemilu 2024
Presiden Segera Keluarkan Perpres Media Sustainability
Cegah Erosi Serap Emisi, Ademos dan PEPC Gelar "Ngopi Sareng Kawan Sungai Gandong"
Satpam PPSDM Migas Juara 1 PAM TKP pada HUT Satpam Ke-42