Kelebihan Pasokan, Produksi Gas di Jawa Timur Akan Dialirkan ke Jawa Barat

user
Nugroho 08 Desember 2022, 12:58 WIB
untitled

Suarabanyuurip.com - d suko nugroho

Jakarta - Jawa Timur akan mengalami kelebihan pasokan gas pada tahun 2023; seiring beberapa lapangan on stream (produksi penuh) pada tahun 2022 ini. Kelebihan produksi gas di Jatim akan dialirkan untuk kebutuhan di wilayah Jawa Barat melalui pipa transmisi Cirebon-Semarang (Cisem) yang sekarang ini tahap penyelesaian.

Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Tutuka Ariadji menyampaikan, pemerintah sekarang ini sedang membangun pipa ruas Semarang-Batang, sebagai bagian dari pipa transmisi Cirebon-Semarang (Cisem). Dengan terbangunnya pipa Cisem, maka jalur pipa gas dari Jawa Timur sampai Jawa Tengah akan tersambung.

"Sehingga kelebihan gas di Jatim yang diperkirakan terjadi mulai tahun depan, dapat disalurkan ke Jawa Barat," kata Tutuka dalam pernyataan tertulisnya.

Dikatakan, proses pembangunan pipa transmisi gas dilakukan secara bertahap. Targetnya pipa gas ruas Semarang-Batang tahun depan selesai dan dilanjutkan dengan ruas Batang-Cirebon.

"Kami juga mendorong pembangunan pipa transmisi Sei Mangke-Dumai, sehingga nantinya dapat tersambung pipa dari Aceh hingga Jawa Timur," tegas pria yang pernah menjabat Kepala PPSDM Migas ini.

Untuk Indonesia bagian Timur, Tutuka melanjutkan, direncanakan akan dibangun mini regas LNG. Studi mengenai hal ini telah rampung dan kini dalam proses penyelesaian persiapan. Pembangunan infrastruktur ini tercantum dalam Kepmen ESDM Nomor 249.K/MG.01/MEM.M/2022 tentang Penugasan Pelaksanaan Penyediaan Pasokan dam Pembangunan Infrastruktur Liquefied Natural Gas, Serta Konversi Dari Penggunaan Bahan Bakar Minyak Menjadi Liquefied Natural Gas Dalam Penyediaan Tenaga Listrik.

"Pengembangan infrastruktur gas bumi nasional secara kontinyu terus kita dorong untuk menunjang penyaluran gas bumi dalam negeri, sejalan dengan meningkatnya kebutuhan domestik," tandasnya.

Berdasarkan data Ditjen Migas, hingga Agustus 2022, pemanfaatan gas domestik mencapai 3.693 BBTUD atau sekitar 67,97% yang didominasi oleh sektor industri sebesar 29,73%. Untuk pupuk mencapai 13,03% dan kelistrikan 11,45%. Padahal pada tahun 2003, pemanfaatan gas untuk domestik hanya 1.480 BBTUD.

Tutuka mengungkapkan, pemerintah juga telah melakukan kebijakan pengaturan gas dalam negeri untuk meningkatkan ketahanan energi nasional, memenuhi target bauran energi primer untuk gas bumi sebesar 22% di tahun 2025, meningkatkan daya saing industri dan mendorong pembangunan infrastruktur gas bumi nasional.

"Alokasi gas bumi diprioritaskan untuk bahan bakar transportasi dan pelanggan kecil, peningkatan produksi migas nasional, industri pupuk, industri berbasis gas bumi, penyediaan tenaga listrik dan industri yang menggunakan gas sebagai bahan bakar," tuturnya.

Oleh karena itu, pihaknya mendukung badan usaha membangun infrastruktur secara terintegrasi meliputi jaringan pipa transmisi dan distribusi, LNG receiving terminal serta moda non pipa lainnya sehingga dapat dimanfaatkan lintas sektor.

“Perlu dilakukan sinergi antara Pemerintah dan pelaku usaha. Suplai gas yang ada perlu dikelola dengan baik, dihubungkan dengan demand dan untuk itu diperlukan infrastruktur. Pemerintah berkontribusi menjembatani antara suplai dan demand, dari sumber gas sampai ke pihak-pihak yang membutuhkan dengan harga terjangkau,” paparnya dikutip dari laman Ditjen Migas.

Kepala Perwakilan SKK Migas Jabanusa, Nurwahidi sebelumnya menyampaikan, telah mengantisipasi kelebihan produksi gas Jawa Timur pada tahun 2023. Salah satunya menyelenggarakan Gas Expo dengan mengundang para pelaku usaha dan industri.

"Jawa Timur, dan Jawa Tengah, akan over substance gas. Jadi kita harapkan melalui event itu pelaku industri dapat lebih memaksimalkan pemanfaatan produksi gas," tegasnya.

Pak Nur, biasa disapa, menyampaikan, ada beberapa lapangan yang on stream tahun ini, yakni lapangan Gas Jambaran-Tiung Biru (JTB), dan HCML (Hisky-CNOOC Madura Limited) di wilayah Sumenep, Madura. Produksi gas JTB ditarget mencapai 192 MMSCFD. Sedangkan produksi Lapangan HCML hampir sama dengan JTB.

"Nah, kalau tidak ada penyerapan gas ini, maka percuma kami punya gas," tambahnya.

Saat ini, kata Nurwahidi, sebagian besar gas diserap oleh Perusahaan Listrik Negara (PLN) sekira 40 persen. Lalu ada juga sekira 20 persen diserap oleh industri. Kemudian diserap oleh industri pupuk 20 persen. Sebagian lagi diserap oleh rumah tangga

Jika produksi sekarang mengalami kenaikan, misalnya sebesar 50 persen, lanjut Pak Nur, maka di satu sisi di industri yang ada pada pihaknya tidak bisa menjual produksi gas itu. Di sisi lain, kesempatan untuk mengembangkan industri yang nantinya akan mengembangkan teknologi di wilayah sekitar sumur gas tidak akan terwujudkan.

"Oleh karena itu, baik hulu dan hilir perlu sinergi dan kolaborasi yang baik, agar kita bisa mengoptimalkan produksi gas," tandasnya.(suko)

Kredit

Bagikan