Saksi Persidangan Kuatkan Dugaan Bupati Bojonegoro Caplok Tanah Warga

user
Nugroho 10 Mei 2023, 08:57 WIB
untitled

Suarabanyuurip.com - Arifin Jauhari

Bojonegoro - Saksi pihak penggugat menguatkan dugaan adanya unsur rekayasa yang dilakukan oleh pihak Tergugat I atau Bupati Bojonegoro, Jawa Timur, bersama Kepala Desa (Kades) Banjarsari, Fatkhul Huda, guna mencaplok tanah milik warga Desa Banjarsari.

S. Marman, warga Desa Banjarsari, Kecamatan Trucuk, melalui Koordinator Kuasa Hukumnya, Nur Aziz mengatakan, terungkap fakta dalam sidang perdata nomor perkara 5/Pdt.G/2023/PN Bjn yang digelar di Pengadilan Negeri Bojonegoro, bahwa saksi yang dia hadirkan makin menguatkan adanya dugaan permufakatan jahat yang dilakukan Bupati Bojonegoro bersama Kades Banjarsari untuk mencaplok tanah kliennya.

"Kami hadirkan dua saksi, Shibah dan Chobul Rahman. Dari keduanya terungkap fakta hukum yang sangat terang benderang dalam persidangan bahwa tanah obyek sengketa adalah milik S. Marman. Sangat jernih dan makin nampak dugaan adanya permufakatan jahat berupa rekayasa keterangan yang dibuat oleh Bupati Bojonegoro bersama Kades Banjarsari untuk menyerobot tanah milik Penggugat," kata Nur Aziz kepada SuaraBanyuurip.com, Rabu (10/05/2023).

Pengacara asal Tuban ini menuturkan, ihwal perkara perdata dalam klasifikasi perbuatan melawan hukum yang dijadwal Selasa (09/05/2023) kemarin. Berdasarkan keterangan saksi yang dihadirkan Penggugat yaitu saksi Sibah yang merupakan istri almarhum Darus menerangkan, bahwa sebelum saksi menikah dengan Darus tahun 1983, tanah obyek sengketa telah menjadi milik Darus yang dibeli dari Salam Prawirosoedarmo.

Bukti pembelian dari Salam Prawirosoedarmo itu sudah penggugat ajukan dalam sidang pembuktian bukti surat dari penggugat, bukti Darus beli tanah obyek sengketa adalah surat pernyataan jual beli tanggal 15 Juli 1977.

"Dan yang menggarap dan mengelola tanah obyek sengketa adalah saksi dan Darus. Tanah itu ditanami jagung, ketela, dan ubi," tutur Nur Aziz.

Menurut keterangan saksi Sibah, pada tahun 2011 tanah obyek sengketa telah dijual ke S.Marman seharga Rp125 juta yang dibayar langsung secara tunai oleh S.Marman. Transaksi pembayaran ini berlangsung di rumah saksi.

Sejak saksi Shibah ikut mengelola tanah obyek sengketa tersebut, sampai dijual kepada S. Marman, disaksikan tidak ada bangunan rumah potong hewan dan sepengetahuan saksi tidak pernah dibuat sircuit motor cross.

"Jadi bagaimana mungkin Kades Banjarsari, mengeluarkan surat yang menerangkan tanah obyek sengketa dikuasai oleh Pemkab Bojonegoro sejak 1970? Wong tahun 1983 sampai 2011 dikuasai Darus dan istrinya," ujarnya.

Sedangkan keterangan saksi lainnya yang dihadirkan Penggugat, yaitu Chobul Rachman menerangkan, bahwa saksi bersama S.Marman dan dua orang lainnya diajak S.Marman ke rumah Darus pada tahun 2011 untuk membayar tanah obyek sengketa Rp 125 juta. Dalam kesaksiannya, Chobul mengaku pernah diajak Penggugat ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk mengajukan Sertifikat.

Namun, pengajuan sertifikat yang terjadi pada tahun 2019 itu ditolak oleh BPN. Musababnya karena di tanah obyek sengketa telah ada SHM No. 033 atas nama Salam Prawirosoedarmo. Chobul juga bersaksi pernah menghadiri rapat sosisialisasi pembangunan RPH (Rumah Pemotongan Hewan) di kantor desa dan kantor dinas PU Cipta Karya.

Saat sosialisai itu S.Marman keberatan akan dibangun RPH dan meminta Pemkab Bojonegoro menunjukkan bukti pembelian tanah obyek sengketa. Tapi pemkab tidak bisa menunjukkan bukti tersebut. Saksi menerangkan pula bahwa RPH tersebut baru dibangun tahun 2022 bukan sudah ada sejak tahun 1970.

"Sehingga, berkenaan dengan Sertipikat Hak Milik (SHM) No. 033, saksi tidak tahu tanah obyek sengketa itu telah bersertifikat. Baru diketahui kemudian setelah ada penolakan dari BPN bahwa tanah itu telah memiliki SHM No. 033 atas nama Salam Prawirosoedarmo. Dan itu dijadikan bukti dan diakui oleh BPN," tegas Nur Aziz.

Ketua Ikatan Advokat Indonesia (Ikadin) Tuban ini menyampaikan, bahwa bukti kepemilikan tersebut ada dua eksemplar. Bukti yang dibawa oleh pemilik disebut dengan SHM. Sedangkan bukti yang dipegang oleh BPN sebagai arsip namanya ialah buku tanah.

"Hanya beda judulnya saja, kalau isinya sama. Dan dalam buku tanah asli No. 033 yang dijadikan bukti oleh BPN Bojonegoro dan diakui dalam jawaban itu bunyinya sama. Tanah itu atas nama Salam Prawirosoedarmo," beber Dosen Fakultas Hukum Universitas Sunang Bonang Tuban ini.

Tentang terbitnya dua sertifikat, yaitu Sertipikat Hak Pakai (SHP) dan SHM, pihaknya mengembalikan peniiaian hal itu kepada Majelis Hakim. Namun, Nur Aziz berpendapat, semestinya SHP atas nama Pemkab Bojonegoro tidak bisa diterbitkan sebab telah ada SHM.

"ShIbah juga ditanya oleh Majelis Hakim. Dan ditegaskan bahwa tidak pernah ada pelepasan hak. Tidak pernah ada ganti rugi. Tidak pernah ada pembelian dari pemkab. Ini terang benderang," imbuhnya.

Analis Hukum Ahli Muda Bagian Hukum Sekretariat Daerah Bojonegoro, Abdul Aziz.
© 2023 suarabanyuurip.com/Arifin Jauhari

Dikonfirmasi terpisah, Kuasa Hukum Bupati Bojonegoro selaku pihak Tergugat I, Analis Hukum Ahli Muda Bagian Hukum Sekretariar Daerah Kabupaten Bojonegoro, Abdul Aziz menyatakan, bahwa fakta persidangan yang muncul menunjukkan Penggugat tidak punya sertifikat.

Para saksi yang dihadirkan oleh Penggugat juga dia katakan tidak bisa menunjukkan adanya SHM No. 033. Selain itu bukti yang disampaikan Penggugat tidak ada SHM No. 033.

"Menurut kami, saksi banyak tidak tahu. Kemudian jawabannya kami pikir banyak yang tidak relevan, dari pertanyaan-pertanyaan yang kami ajukan mapun diajukan Majelis Hukum," ucap Abdul Aziz.(fin)

Kredit

Bagikan