Masjid Nurul Huda, Bukti 300 Tahun Syiar Islam di Bojonegoro

user
Sasongko 25 Maret 2023, 16:46 WIB
untitled

Suarabanyuurip.com - Arifin Jauhari

Bojonegoro - Syiar Agama Islam di Kabupaten Bojonegoro, kiranya telah berkembang sejak 300 tahun lalu. Ini bisa dibuktikan dengan adanya Masjid Nurul Huda di Desa Cangaan, Kecamatan Kanor, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur.

Konon Masjid Nurul Huda adalah yang tertua di bumi Angling Dharma sebutan lain Bojonegoro. Sekilas, tampak bangunan masjid di tepi Bengawan Solo ini terkesan baru. Alih-alih berciri bangunan kuno. Justru konstruksinya terlihat modern. Bangunan inti masjid seluas 15x15 meter itupun seperti bangunan yang belum lama dibangun, dengan dominasi tembok berwarna putih dan pilar berlapis keramik.

Kendati, tapak sejarah masjid ini dapat ditelusuri mulai dari teras depan masjid. Pada bagian pintu depan masjid ini, daun pintunya berbahan kayu jati kuno. Di atasnya terdapat aksara Jawa dan Arab. Selain itu juga tercantum tulisan arab gundul yang terbaca "Laa Ilaha Illallah" di sebelah kanan, dan "Muhammad Rasulullah di kiri. Tanda bahwa masjid itu berusia tua diketahui dari tulisan 1262 Hijriyah dalam aksara atau sekitar 1846 Masehi sebagai penunjuk tahun pembangunan.

Jejak bangunan lama Masjid Nurul Huda yang masih terlihat utuh.
© 2023 suarabanyuurip.com/Arifin Jauhari

Ketua Takmir Masjid Jami' Nurul Huda, Abdul Hakim mengaku, tempat ibadah Islam tertua di Bojonegoro itu telah beberapa kali direnovasi. Sehingga kesan tua hampir tak lagi terlihat. Renovasi memang terpaksa harus dilakukan. Akibat terjangan banjir yang kerap melanda kala itu.

Meski begitu, sejatinya masjid tersebut dia katakan dibangun oleh seorang prajurit Kerajaan Mataram Islam bernama Ki Ageng Wiroyudo yang lari akibat kejaran pemerintahan kolonial Belanda. Prajurit yang dikenal penduduk setempat sebagai Mbah Buyut Wiroyudo atau Abdul Halim ini melepaskan diri dari kejaran Belanda menggunakan perahu getek rakitan yang terbuat dari pohon pisang menyusuri Bengawan Solo.

"Jadi ceritanya, Mbah Buyut Wiroyudo kemudian pertama kali bersandar di Desa Kabalan, di situ kurang lebih satu tahun,” kata Abdul Hakim kepada SuaraBanyuurip.com, Sabtu (25/03/2023).

Hingga kini Masjid Nurul Huda masih aktif dipergunakan oleh masyarakat sekitar untuk beribadah, dan kegiatan keagamaan lainnya.
© 2023 suarabanyuurip.com/Arifin Jauhari

Selanjutnya, satu tahun kemudian Ki Ageng Wiroyudo berpindah ke Desa Cangaan dan membangun masjid sekitar tahun 1775 Masehi guna menyebarkan Agama Islam. Pada awalnya, sebelum dipugar bangunannya menggunakan konstruksi kayu beratap alang-alang dan daun jati. Sedangkan mengenai tulisan 1262 Hijriyah di daun pintu depan, hal itu disebut merupakan penunjuk tahun pada pemugaran atau renovasi yang ke tiga.

"Kemudian tulisan tersebut menjadi icon masjid yang masih dipertahankan hingga renovasi kelima sekarang," ujarnya.

Sejumlah benda peninggalan sejak zaman Kerajaan Mataram Islam hingga kini masih tersimpan baik di Masjid Jami' Nurul Huda. Disebutkan, mulai dari bedug masjid peninggalan Ki Ageng Wiroyudo, peti kayu jati tua yang diperkirakan usianya 342 tahun, sampai karpet masjid yang bahkan pernah dipinjam pemerintah kabupaten untuk kegiatan di pendapa. Pun masih terdapat sebuah bencet atau alat petunjuk waktu sholat pada zaman dahulu yang masih terawat.

"Karpet tersebut juga pernah digunakan untuk menyambut kedatangan Presiden Indonesia, pertama, Ir. Soekarno. Hingga kini masih ada dan tersimpan utuh di ruangan masjid," ucap pria yang akrab disapa Hakim.

Untuk diketahui, Masjid Nurul Huda mampu menampung sekira 700 jamaah, dan masih aktif dipergunakan oleh masyarakat sekitar untuk beribadah, serta kegiatan keagamaan lainnya hingga hari ini.(fin)

Kredit

Bagikan