BPS Bojonegoro : Peroleh Data Kemiskinan Makro Gunakan Standar Internasional

user
samian 12 Maret 2022, 17:49 WIB
untitled

SuaraBanyuurip.com - Arifin Jauhari

Bojonegoro - Badan Pusat Statistik (BPS) Bojonegoro, Jawa Timur menyebut bahwa untuk memperoleh data menggunakan metode internasional. Salah satunya adalah data kemiskinan makro. Hal itu berlaku di seluruh wilayah Indonesia. Sehingga bisa digunakan untuk perbandingan data antar wilayah.

Kepala BPS Bojonegoro, Firman Bastian mengatakan, BPS menggunakan metodologi berstandar internasional yang diterapkan untuk mendapatkan data di seluruh wilayah Indonesia. Oleh karena itu, data yang diperoleh bisa dipakai untuk perbandingan antar wilayah se Indonesia. Termasuk data kemiskinan yang ada di Bojonegoro, bisa dibandingkan dengan angka kemiskinan kabupaten lain.

"Jika metode yang digunakan untuk memperoleh data antar wilayah tidak sama, tentu datanya tidak bisa dibuat sebagai pembanding," katanya kepada SuaraBanyuurip.com, Sabtu (12/03/2022).

Firman menjelaskan, BPS setiap tahun menggunakan metodologi standar internasional tersebut untuk melakukan survei sosial ekonomi nasional (Susenas) tiap tahun pada bulan Maret. Dengan Susenas itu akan dihasilkan data, salah satunya adalah angka kemiskinan makro.

"Angka kemiskinan makro yang dihasilkan Susenas di Bojonegoro ini tidak bisa mempublikasikan responden by name by address. Karena itu menyangkut kerahasiaan seseorang. Tetapi data ini sudah bisa mewakili suatu kabupaten," jelasnya.

Berkenaan kemiskinan, kata Firman, BPS mengukur hal itu menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Konsep ini mengacu pada Handbook on Poverty and Inequality yang diterbitkan oleh World Bank.

Dengan pendekatan itu, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Penduduk dikategorikan sebagai penduduk miskin jika memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan (GK).

"Kemiskinan agregat menunjukkan proporsi dan jumlah penduduk miskin yang hidup dibawah garis kemiskinan. Angka kemiskinan agregat atau yang sering disebut angka kemiskinan makro digunakan untuk mengukur kemajuan pembangunan suatu bangsa," terang Firman.

Garis Kemiskinan, lanjut Firman, merupakan suatu nilai pengeluaran minimum kebutuhan makanan dan non makanan yang harus dipenuhi agar tidak dikategorikan miskin. Garis Kemiskinan Kabupaten Bojonegoro pada Maret 2021 adalah sebesar Rp380.653,00 per kapita per bulan.

Dibandingkan Maret 2020, Garis Kemiskinan bertambah sebesar Rp18.270,00 per kapita per bulan. Garis kemiskinan per rumah tangga adalah gambaran besarnya nilai rata-rata rupiah minimum yang harus dikeluarkan oleh rumah tangga untuk memenuhi kebutuhannya agar tidak dikategorikan miskin.

Secara rata-rata, garis kemiskinan per rumah tangga pada Maret 2021 untuk Kabupaten Bojonegoro sebesar Rp1.476.933,64 per rumah tangga per bulan bertambah sebesar Rp79.691,30 per rumah tangga per bulan dibanding kondisi Maret 2020 yang sebesar Rp1.397.242,34 per rumah tangga per bulan.

Menurut Firman, data kemiskinan agregat hanya menggambarkan persentase dan jumlah penduduk miskin. Walaupun sangat berguna untuk mengetahui kemajuan pembangunan suatu bangsa, namun tidak dapat digunakan sebagai penetapan

sasaran program penanggulangan kemiskinan.

Program penanggulangan kemiskinan membutuhkan informasi tentang siapa dan dimana penduduk miskin itu berada (by name dan by address). Penyaluran program penanggulangan kemiskinan memerlukan nama dan alamat rumah tangga sasaran. Data rumah tangga sasaran (RTS) ini dikatakan Firman sering disebut data kemiskinan mikro. Pengumpulan datanya harus dilakukan secara sensus.

"Data kami adalah angka kemiskinan makro, jadi tentu BPS tidak memiliki data by name by address," tandasnya.(fin)

Kredit

Bagikan