Perbup Bojonegoro 32/2015 Dituding Jadi Biang Kerok ADD Tahap II Tak Cair

user
Nugroho 19 Oktober 2022, 20:46 WIB
untitled

Suarabanyuurip.com -  Arifin Jauhari

Bojonegoro - Asosiasi Kepala Desa (AKD) Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur, menuding Peraturan Bupati (Perbup) Bojonegoro Nomor 32 tahun 2015 menjadi biang kerok tidak cairnya Alokasi Dana Desa (ADD) tahap II tahun 2022. Sebanyak 60 desa disebut belum menerima ADD tahap II, yang mengakibatkan kepala desa dan perangkat desa belum menerima gaji selama empat bulan.

Hal tersebut mengemuka dalam audiensi di ruang Komisi A Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Bojonegoro. Rapat dengar pendapat (RDP) itu diterima oleh Wakil Ketua Komisi A, Sudiyono, Wakil Ketua I DPRD Bojonegoro, Sukur Priyanto, sejumlah pengurus AKD Bojonegoro, dan Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD). Sedangkan Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) tidak hadir dalam rapat tersebut.

Ketua Bidang Hukum dan HAM AKD Bojonegoro, Anam Warsito mengatakan bahwa ada dua hal yang menjadi penting berkenaan syarat pencairan ADD. Yaitu kewajiban untuk menjadi penagih pajak dan diwajibkan lunas pungut PBB 100%. Kedua hal itu dinilai seharusnya tidak ada dalam Perbup 32/2015 Pasal 15, karena ADD merupakan hak pemerintah desa.

Dalam pandangan Anam, dia tidak melihat dalam Perbup 32/2015 itu tidak ada kalimat harus lunas pajak 100%. Yang ada hanya sesuai dengan target kinerja. Misalkan dalam target kinerja suatu desa dipasang 70% maka seharusnya target tersebut sudah terpenuhi. Oleh karena itu mantan anggota DPRD Bojonegoro ini mempertanyakan syarat lunas PBB 100% berasal dari siapa.

"Karena Perbup 32 ini menjadi biang kerok serta menjadi bias interpretasi seenaknya bagi yang di atas. Maka kami meminta kepada Ibu Bupati Bojonegoro agar merevisi Perbup 32. Pemungutan PBB sebagai syarat pencairan ADD harus dihapus," tegas Anam.

Menurut pria yang menjabat Kepala Desa Wotan, Kecamatan Sumberejo ini, dalam konsepsi hukum, hukum akan dipatuhi jika ada sanksi. Sedangkan sanksi seharusnya dijatuhkan kepada orang yang terbukti bersalah terhadap norma yang diatur oleh suatu peraturan.

"Nah yang tidak ketemu di Perbup 32 ini, justru hukuman itu diberikan kepada orang yang tidak bersalah. Pada konteks ini jika Pemdes disanksi karena tidak bisa melaksanakan pungut pajak sehingga ADD tidak cair, ini menjadi tidak sesuai dengan konsep dan filosofi hukum. Yang tidak taat bayar kan wajib pajaknya, kenapa pemerintah desa tidak bersalah yang dihukum," ujarnya mempertanyakan.

Anam menegaskan, bahwa Perbup 32/2015 melanggar peraturan yang lebih tinggi. Atau dalam istilah hukumnya dikatakan "lex superior derogate Legi inferiori". Karena tidak ada satupun peraturan lebih tinggi yang mengkaitkan PBB dengan ADD sebagai hak Pemdes. Maka jika peraturan yang lebih rendah bertentangan dengan yang lebih tinggi, maka seharusnya diabaikan.

Dengan demikian, lanjut Anam, pihaknya memohon kepada Komisi A DPRD Bojonegoro untuk mengeluarkan rekomendasi melalui Pimpinan DPRD Bojonegoro kepada Bupati Bojonegoro untuk melakukan revisi Perbup 32/2015.

"Agar tidak berlarut-larut dalam kezaliman yang tidak ada ujung. Kalau mau menghukum justru Bapenda yang seharusnya dihukum tidak gajian. Nah, fungsi kontrol DPRD di sini menjadi penting, perlu legislasi review atas Perbup 32," tandasnya.

Menanggapi permohonan AKD, Wakil Ketua I DPRD Bojonegoro, Sukur Priyanto berjanji menindaklanjuti hal itu. Politisi Demokrat itu mendorong kepada Bupati Bojonegoro untuk segera mengevaluasi dan kemudian merevisi Perbup 32/2015 atau menganulir pasal yang mempersulit pencairan ADD yang menjadi hak pemdes.

"Menurut informasi Kades dan perangkat desa sudah empat bulan belum menerima penghasilan tetap yang merupakan haknya. Maka kami juga mendorong kepada Ibu Bupati agar ADD bisa segera dicairkan. Mudah-mudahan beliau mendengar rintihan mereka. Dan kedepannya, kita harus berpikir bagaimana caranya agar gaji mereka bisa diterima setiap bulan," pungkasnya.(fin)

Kredit

Bagikan